Ekosistem self-publishing di Indonesia belumlah sematang yang terjadi di dunia. Hal ini tentu membatasi gerak penulis indie untuk menyebarluaskan karyanya. Ekosistem self-publishing terdiri dari platform penjualan buku, komunitas yang menunjang penerbitan mandiri (seperti desain sampul hingga editor freelance); hingga platform tempat penulis menyebarluaskan promosi mereka.
Berikut beberapa trend self publishing sepanjang tahun 2024 dan diharapkan bisa memperlihatkan bagaimana prospek dan tren penerbitan mandiri di tahun 2025.
Daftar Isi
Data Written Word Media
Tulisan ini mensarikan hasil studi yang dilakukan oleh Writtenwordmedia.com tentang praktik penulisan, penerbitan dan pemasaran buku yang dilakukan oleh penulis indie.
Hasil studi ini menemukan jika komunitas penulis indie terus berkembang. Sebanyak 76,2% responden mengidentifikasi diri mereka sebagai penulis indie (serta menerbitkan karyanya secara mandiri) dan 17% lainnya merupakan penulis campuran yaitu menggabungkan antara penerbit mandiri dan penerbit tradisional.
Motivasi sebagian besar penerbit mandiri yaitu mendapatkan uang dari buku mereka (42,7%); hanya ingin menceritakan kisahnya (19,3%); menulis sebagai hobi (16,7%); ingin dikenal sebagai penulis (14,7%); serta 6,8% lainnya dimotivasi oleh beragam alasan.
Lalu berapa pendapatan yang didapatkan oleh penulis indie setiap bulannya. Data menunjukkan 46% penulis mendapatkan kurang dari $100 perbulan, sedangkan 54% diantaranya mendapatkan pendapatan lebih dari $100/bulan. Penulis yang mendapatkan $251-$1.000 sebanyak 17%. Adapun penulis indie dengan pendapatan $2.501-$20.000 juga sebanyak 17%.
Lalu genre apa yang banyak ditekuni penulis indie tersebut. Sebanyak 22% menulis novel romantis; sebanyak 12,8% menulis cerita fantasi; sebanyak 7,5% menulis cerita fiksi ilmiah; dan 7,3% menulis cerita thriller.
Untuk mendapatkan pendapatan yang stabil setiap bulannya, penulis setidaknya memiliki 8 buku. Untuk mendapatkan pendapatan lebih dari $100, penulis setidaknya memiliki 40 judul buku.
Buku elektronik masih menjadi format buku yang banyak dipilih pembaca, sisanya buku cetakan (paperback). Penjualan audiobook di luar negeri tampaknya terus bertumbuh dengan penjualan lebih dari 50%.
Penulis yang mendapatkan pendapatan kurang dari $100 menggunakan alat seperti Canva untuk membuat sampul buku. Sedangkan penulis indie berpendapatan menengah menyewa jasa pembuatan sampul dengan biaya antara $100-$499. Adapun untuk penulis indie yang pendapatannya lebih dari $10.000 perbulan telah menyewa desainer profesional dengan biaya $500-$999 per desain sampul. Hal yang sama juga dilakukan untuk proses editing.
Amazon KDP masih menjadi platform terbesar yang mendapatkan penjualan. Sebanyak 87,5% penjualan buku dari penerbit indie menggunakan platform Amazon Kindle Unlimited.
Beberapa plaform kunci penjualan buku elektornik dari penulis indie selain Amazon KDP antara lain Apple Book; Kobo serta Barnes&Noble; Smashword dan Draft2Digital; penjualan langsung, Patreon; platform Audiobook (Findaway Voices dan Chirp); dan penjulan library seperti Overdrive dan Hoopla.
Bagaimana mempromosikan buku yang telah ditulis agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. Kebanyakan penulis indie menggunakan situs promosi seperti freebooksy dan bargain booksy. Promosi juga dilakukan di Bookbub; newsletter yang dikelola oleh penulis; lead magnet; ikaln facebook; iklan Amazon; dan lain sebagainya.
Self Publishing di Media Sosial
Walau ekosistem penerbitan mandiri belum berkembang terutama platform yang mendukung promosi buku terbitan mandiri, penggunaan sosial media untuk mempromosikan buku terus bertumbuh.
Facebook, instagram. threads dan tiktok menjadi tempat untuk mempromosikan buku. Masing-masing platform memiliki cara dan strateginya masing-masing. Di facebook banyak kreator penulisan yang membagikan cuplikan isi bukunya dengan membuat konten berupa tangkapan layar whatsapp yang merupakan hasil kreasi. Di Tiktok berkembang istilah BookTok. Di tahun 2024, #BookTok memiliki lebih dari 42 juta postingan.
Masa Depan Self Publishing di Indonesia
Melihat perkembangan pasar buku elektronik yang menampung karya penulis indie di tingkat global yang terus menanjak, tentu hal ini tentu saja juga menjadi peluang bagi pasar buku elektronik Indonesia untuk terus berkembang. Platform penjualan buku elektronik memang masih harus mengandalkan Google Books.
Penjualan langsung terutama mengandalkan newsletter juga bisa meningkatkan penjualan buku elektronik. Sayangnya, penjualan langsung berupa file pdf cenderung mudah digandakan oleh pembeli. Tentu, penulis indie di Indonesia mengharapkan pemain global seperti Amazon KDP atau Kobo mau lebih serius menggarap pasar buku elektronik di Indonesia.
Sejumlah pemain lokal yang pernah meramaikan pasar buku elektronik dan PoD di Indonesia sudah mulai tumbang. Saat ini nama yang bertahan adalah Henbuk (dirilis tahun 2021) yang menyebut dirinya sebagai eBook marketplace, masih terlihat terseok. Aplikasi mereka baru diunduh sekitar 10.000 pengguna. Jumlah ini masih terbilang kecil untuk menghidupkan pasar buku elektronik.
Punya pandangan lain mengenai self publishing di Indonesia? tuliskan pandanganmu di kolom komentar ya..