Dalam penulisan pemasaran, salah satu formula copywriting yang kerap digunakan adalah AIDA. Konsep ini bahkan usianya telah lebih dari 100 tahun. Pada dasarnya AIDA bukan hanya ditujukan untuk tujuan pemasaran.
Formula AIDA merupakan formula untuk menjalin komunikasi. Karena pemasaran adalah menjalin komunikasi antara brand dan konsumen, jadilah formula ini dikembangkan untuk tujuan pemasaran.
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan, Formula AIDA kemudian dikembangkan menjadi beragam formula. Salah satunya yaitu formula yang disebut AIDAS. Formula AIDAS merupakan salah satu model hierarchy of effect.
Secara umum model efek hirarki ini lahir dari pemahaman jika konsumen akan melakukan keputusan untuk membeli setelah melalui serangkaian tahapan yang terdiri dari kognitif (berfikir), afektif (merasa), hingga akhirnya melakukan pembelian/konatif (aksi).
Itulah sebabnya dalam membujuk seseorang untuk melakukan pembelian, penjual harus mengajak berfikir, lalu mengajak merasa barulah membujuk untuk melakukan pembelian.
Daftar Isi
Pengertian AIDA + S
Hierarchy of effect ini kemudian melahirkan berbagai formula salah satunya AIDA. Pengertian AIDA mengacu pada langkah mempersuasi konsumen melalui pendekatan attention, interest, desire, dan action. Dari AIDA kemudian berkembang dengan penambahan satisfaction.
Mengenal Attention
Attention adalah upaya untuk menarik perhatian calon konsumen. Perlu diingat, bahwa dalam konsep AIDA, yang akan ditarik perhatiannya adalah calon konsumen. Sehingga sangat penting untuk melakukan riset yang baik untuk mengenali apa saja yang bisa menarik perhatian calon konsumen yang diinginkan.
Menarik minat konsumen tidak serta merta membuat konsumen langsung tertarik untuk membeli produk kita. Dalam konteks digital marketing, attention berfungsi untuk membuat calon konsumen berhenti sejenak pada sales letter tempat kita menawarkan produk. Tahap berikutnya setelah konsumen sudah tertarik, maka kita harus membuatnya berminat.
Mengenal Interest
Interest adalah bagaimana kita mengenali minat calon konsumen. Agar mengenali minat calon konsumen, maka sangat perlu untuk memahami apa yang dibutuhkan oleh konsumen atau apa yang menjadi titik “sakitnya” (pain) dan apa saja yang menjadi keuntungan (gain) yang mereka harapkan. Untuk menjawab kedua hal ini maka seorang penulis harus mengetahui interest (minat) dan behaviour (kebiasaan) audiens yang dibidik.
Aspek emosional harus terus digali dari konsumen untuk mendapatkan minat terbesar dari konsumen tersebut. Aspek emosional tersebut seringkali tidak disadari. Misalnya, alasan seseorang membeli CCTV sejatinya adalah “ingin membeli rasa aman”. Tak cukup sampai di situ, rupanya rasa aman tersebut harus di dapatkan dengan cara praktis berupa “CCTV yang mudah di pasang”.
Mengenal Desire
Desire adalah upaya persuasi agar konsumen menginginkan apa yang kita tawarkan. Ketika calon konsumen telah memiliki minat dengan permasalahan yang kita kemukakan karena sesuai dengan pengalamannya, barulah seorang pemasar menawarkan benefit dari produk atau layanannya.
Pada tingkatan ini seharusnya sudah terjalin hubungan emotional antara brand dan calon konsumen. Hubungan tersebut terjalin salah satunya karena brand berhasil mengomunikasikan “empati” jika brand mengetahui apa permasalahan dari calon konsumen.
Empati juga bisa dihadirkan dengan menggunakan kalimat seakan-akan produk kita memang dibuat untuk mereka.
Contoh :
1. AC kami sangat bagus untuk menyejukkan kamar tidur Anda.
2. Kami ingin membantu Anda memberi kenyamanan untuk buah hati dengan menghadirkan AC dengan kesejukan merata.
Pada contoh kalimat kedua, penulis menggunakan empati seperti seorang keluarga yang ingin ambil bagian menyelesaikan permasalahan konsumen. Bandingkan dengan kalimat pertama di mana penulis terkesan “arogan” saat menampilkan kelebihan produknya.
Mengenal Action
Action atau tindakan. Bagian berikutnya adalah mengajak pembaca untuk melakukan tindakan yang kita harapkan. Tentu saja agar ajakan tersebut tidak terkesan memaksa, penulis perlu menggunakan kata atau kalimat yang persuasif. Kata seperti “silahkan” masih sangat relevan digunakan.
Bagian call to action merupakan bagian yang sama rumitnya saat menuliskan headline. Tidak mudah untuk mengajak orang bahkan sekadar untuk mengisi form dengan iming-iming lead magnet.
Agar audiens mau mengikuti aksi diiginkan, penulis bisa mengnebalkan kembali hal-hal penting berikut sebelum kalimat call to action
1. Tampakkan lagi nilai yang akan didapatkan oleh audiens jika melakukan action sekarang.
2. Hilangkan kekhawatiran audiens dengan tawaran seperti jaminan uang kembali, atau meyakinkan jika data mereka tidak akan disalah gunakan.
3. Mungkin CTA dengan kalimat “Trik Rahasia” tidak akan mempan lagi dengan audiens yang telah terbiasa dengan kalimat tersebut.
4. Gunakan hanya satu jenis CTA pada satu penawaran. Anda bisa menempatkan beberapa CTA pada satu landing page, tetapi semuanya mengarah pada arah yang sama, sehingga pembaca tidak bingung.
5. Tebalkan kembali tentang urgensi produk atau layanan yang ditawarkan.
Mengenal Satisfaction
Satisfaction adalah memberi kepuasan kepada pelanggan setelah mereka melakukan action. Seorang copywriter juga perlu menuliskan kalimat yang ditampillkan saat audiens telah melakukan tindakan yang diharapkan.
Kalimat seperti ucapan terima kasih, kalimat yang meyakinkan mereka jika tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan yang tepat. Kalimat-kalimat kecil ini menjadi penambah kepuasan mereka. Tentu saja kepuasan tersebut akan percuma jika produk atau layanan yang dijanjikan tidak sesuai.
Kesimpulan
AIDAS hanyalah salah satu dari berbagai formula copywriting. Setiap formula tentu saja harus disesuaikan dengan audiens. Penting untuk memahami audiens dengan baik dan melakukan split tes berbagai metode copywriting.